Connection timed out Error code 522 2023-06-16 142400 UTC What happened? The initial connection between Cloudflare's network and the origin web server timed out. As a result, the web page can not be displayed. What can I do? If you're a visitor of this website Please try again in a few minutes. If you're the owner of this website Contact your hosting provider letting them know your web server is not completing requests. An Error 522 means that the request was able to connect to your web server, but that the request didn't finish. The most likely cause is that something on your server is hogging resources. Additional troubleshooting information here. Cloudflare Ray ID 7d83b6035976419c • Your IP • Performance & security by Cloudflare
Kelima mengucap syukurlah dalam segala hal, itulah yang dikehendaki Tuhan Yesus untuk dilakukan setiap orang percaya untuk memuliaan Tuhan. Mengucap syukur dalam totalitas hidup. Hidup menjadi berkat, bukan hidup mementingkan kepentingan pribadi atau kelompok tapi untuk kepentingan bersama. Hiduplah menghargai dan menciptakan perdamaian dengan
Pakar Tafsir Muhammad Quraish Shihab dalam kuliah subuh program Mutiara Hati, Ahad 26/4/2020 mengungkapkan, ibadah puasa adalah berupaya meneladani sifat Allah sesuai kemampuan kita sebagai manusia. Allah tidak makan, minum, dan juga tidak memiliki pasangan. Menurut Quraish Shihab hal-hal itulah yang pertama diteladani oleh seorang Muslim dalam puasanya. "Tetapi bukan hanya itu. Allah Maha Kasih, karena itu limpahkanlah kasih kepada sesama makhluk. Allah juga Maha Pengampun dan Pemaaf. Maka berilah pengampunan dan pemaafan kepada siapa yang bersalah," ungkap Quraish Shihab dalam kultumnya itu. Dia Allah juga maha suci. Maka upayakanlah mewujudkan kesucian dalam hidup ini. Suci adalah gabungan tiga hal, yaitu baik, benar, dan indah. Beragama menurut sementara pakar adalah upaya manusia meneladani sifat-sifat Allah sesuai dengan kedudukan manusia sebagai makhluk. Dalam hal ini, kekuasaan Allah baik dalam wujud ayat-ayat qauliyah wahyu maupun ayat-ayat kauniyah tanda-tanda alam bisa menjadi washilah bagi manusia merenungi sekaligus memanfestasikan sifat-sifat Allah. Quraish Shihab dalam Wawasan Al-Qur'an Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat 2000 menguraikan bahwa Nabi Muhammad SAW memerintahkan, Takhallaqu bi akhlaq Allah Berakhlaklah teladanilah sifat-sifat Allah. Di sisi lain, manusia mempunyai kebutuhan beraneka ragam, dan yang terpenting adalah kebutuhan fa'ali, yaitu makan, minum, dan hubungan seks. Allah SWT memperkenalkan diri-Nya antara lain sebagai tidak mempunyai anak atau istri دِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖ أَنَّىٰ يَكُونُ لَهُ وَلَدٌ وَلَمْ تَكُنْ لَهُ صَاحِبَةٌ ۖ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ ۖ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ “Dia Pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai istri. Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala sesuatu.” QS Al-An'am [6] 101 وَأَنَّهُ تَعَالَىٰ جَدُّ رَبِّنَا مَا اتَّخَذَ صَاحِبَةً وَلَا وَلَدًا “Dan sesungguhnya Mahatinggi kebesaran Tuhan kami. Dia tidak beristri dan tidak pula beranak.” QS Al-Jin [72] 3. Al-Qur’an juga memerintahkan Nabi Muhammad untuk menyampaikan قُلْ أَغَيْرَ اللَّهِ أَتَّخِذُ وَلِيًّا فَاطِرِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَهُوَ يُطْعِمُ وَلَا يُطْعَمُ ۗ قُلْ إِنِّي أُمِرْتُ أَنْ أَكُونَ أَوَّلَ مَنْ أَسْلَمَ ۖ وَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُشْرِكِينَ “Katakanlah "Apakah akan aku jadikan pelindung selain dari Allah yang menjadikan langit dan bumi, padahal Dia memberi makan dan tidak memberi makan?" Katakanlah "Sesungguhnya aku diperintah supaya aku menjadi orang yang pertama kali menyerah diri kepada Allah, dan jangan sekali-kali kamu masuk golongan orang musyrik.” QS Al-An'am [6] 14. Dalam karya lainnya Membumikan Al-Qur’an 1999, Quraish Shihab menerangkan, manusia dapat mempertanyakan mengapa puasa menjadi kewajiban bagi umat Islam dan umat-umat terdahulu. Manusia memiliki kebebasan bertindak memilih dan memilah aktivitasnya, termasuk dalam hal ini, makan, minum, dan berhubungan seks. Binatang—khususnya binatang-binatang tertentu-tidak demikian. Nalurinya telah mengatur ketiga kebutuhan pokok itu, sehingga-misalnya-ada waktu atau musim berhubungan seks bagi mereka. Itulah hikmah Ilahi demi memelihara kelangsungan hidup binatang yang bersangkutan, dan atau menghindarkannya dari kebinasaan. Kebebasan yang dimilikinya bila tidak terkendalikan dapat menghambat pelaksanaan fungsi dan peranan yang harus diembannya. Kenyataan menunjukkan bahwa orang-orang yang memenuhi syahwat perutnya melebihi kadar yang diperlukan, bukan saja menjadikannya tidak lagi menikmati makanan atau minuman itu, tetapi juga menyita aktivitas lainnya kalau enggan berkata menjadikannya lesu sepanjang hari. Syahwat seksual juga demikian. Semakin dipenuhi semakin haus bagaikan penyakit eksim semakin digaruk semakin nyaman dan menuntut, tetapi tanpa disadari menimbulkan borok. Potensi dan daya manusia-betapa pun besarnya-memiliki keterbatasan, sehingga apabila aktivitasnya telah digunakan secara berlebihan ke arah tertentu -arah pemenuhan kebutuhan fa’ali misalnya—maka arah yang lain, -mental spiritual-akan terabaikan. Nah, di sinilah diperlukannya pengendalian. Dengan berpuasa, manusia berupaya dalam tahap awal dan minimal mencontohi sifat-sifat tersebut. Tidak makan dan tidak minum, bahkan memberi makan orang lain ketika berbuka puasa, dan tidak pula berhubungan seks, walaupun pasangan ada. Tentu saja sifat-sifat Allah tidak terbatas pada ketiga hal itu, tetapi mencakup paling tidak sembilan puluh sembilan sifat yang kesemuanya harus diupayakan untuk diteladani sesuai dengan kemampuan dan kedudukan manusia sebagai makhluk ilahi. Misalnya Maha Pengasih dan Penyayang, Mahadamai, Mahakuat, Maha Mengetahui, dan lain-lain. Upaya peneladanan ini dapat mengantarkan manusia menghadirkan Tuhan dalam kesadarannya, dan bila hal itu berhasil dilakukan, maka takwa dalam pengertian di atas dapat pula dicapai. Karena itu, nilai puasa ditentukan oleh kadar pencapaian kesadaran tersebut -bukan pada sisi lapar dan dahaga- sehingga dari sini dapat dimengerti mengapa Nabi Muhammad menyatakan bahwa, "Banyak orang yang berpuasa, tetapi tidak memperoleh dari puasanya kecuali rasa lapar dan dahaga." Editor Muchlishon
Meneladanisifat-sifat mulia para Nabi dan Rasul, seperti bersikap adil, jujur, kesabaran, keteguhan, dan semangatnya dalam berdakwah menegakkan ajaran-ajaran Allah Swt. Umat-umat terdahulu mengalami kehancuran dan mendapat azab dari Allah karena mereka ingkar, sombong, dan menyukutukan Allah.
Sifat kemuliaan Allah harus diteladani oleh manusia, dengan cara a. berusaha dengan sungguh-sungguhb. memiliki keinginan yang kuat c. mau bersusah payahd. berusaha secara sempurna e. meningkatkan keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah swt keimanan dan ketaqwaannya kepada ALLAH kalau salah.
TawadhuAdalah - Tawadhu menjadi salah satu akhlak yang wajib dimiliki oleh umat muslim sekaligus bentuk kepribadian yang berlawanan dengan sifat sombong.Yap, pasti Grameds sudah tahu dong jika sifat sombong itu sama sekali tidak disukai oleh semua orang, baik dari segi agama maupun segi sosial.Bahkan tak jarang, lingkungan keluarga dan sekolah telah mengajarkan sikap ini meskipunPdt. Yakub Tri akan membahas tentang apa arti memuliakan Allah. Di dalam rumusan Katekismus Westminster, pertanyaan yang pertama yang diajukan Apakah tujuan utama hidup manusia? Di situ jawabannya adalah untuk memuliakan Allah dan menikmati Dia selama-lamanya. Apa arti memuliakan Allah?Alkitab mengajarkan 6 enam cara bagaimana memuliakan memuliakan Allah berarti puas dengan Dia, menikmati Dia. Bukan kebetulan kalau perumus Katekismus Wesminster menghubungkan memuliakan Allah dengan menikmati Allah. Orang-orang yang menikmati Allah adalah orang-orang yang memuliakan Allah. Orang yang memuliakan Allah, juga akan menikmati Mazmur 7325, Asaf mengatakan, “Siapa gerangan ada padaku di sorga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi.” Lalu di ayat 26 Asaf menegaskan, “Sekalipun hatiku dan dagingku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya.” Ketika Asaf merasa puas bersama dengan Allah, dan dengan memiliki Allah bukan terutama karena berkat-berkat-Nya, maka Asaf telah memuliakan Asaf ini menunjukkan pengakuan Asaf bahwa Allah lebih mulia daripada yang lain. Asaf mengakui bahwa Allah lebih berharga dan lebih bernilai dari apa pun juga yang ada di dalam dunia ini, bahkan lebih bernilai daripada dirinya sendiri. Itu sebabnya dia berkata, “Sekalipun hatiku dan dagingku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya.” Orang-orang yang puas dengan Allah, mereka memuliakan Allah. Mereka seolah-olah ingin memberitahu orang lain bahwa Allah sajalah yang paling berharga di dalam hidupnya. Dengan demikian mereka telah memberi kemuliaan kepada memuliakan Allah berarti mengucap syukur kepada Allah. Di dalam Roma 121 Paulus menyinggung tentang orang-orang berdosa, yang menyembah berhala, dan hidup di dalam dosa. Di sana Paulus mengatakan bahwa mereka tidak memuliakan Allah atau mengucap syukur kepada-Nya. Jadi Paulus mengaitkan antara memuliakan Allah dengan mengucap syukur kepada yang sama juga bisa kita lihat di dalam Lukas 17 pada saat Tuhan Yesus menyembuhkan sepuluh orang kusta. Tuhan Yesus menyuruh mereka memperlihatkan diri kepada imam, dan di tengah perjalanan itu mereka semua telah sembuh. Namun dari antara sepuluh orang tersebut, hanya satu orang yang kembali kepada Tuhan Yesus dan mengucap syukur. Ketika orang ini mengucap syukur kepada-Nya, Tuhan Yesus berkata, “Di mana yang lain? Apakah hanya orang ini saja yang memuliakan Allah?” Hal ini menunjukkan bahwa mengucap syukur identik dengan memuliakan kita ingin memuliakan Allah, mengucap syukurlah kepada-Nya. Ibrani 1315 berkata, “Sebab itu marilah kita, oleh Dia, senantiasa mempersembahkan korban syukur kepada Allah, yaitu ucapan bibir yang memuliakan nama-Nya.” Ucapan bibir yang memuliakan nama-Nya adalah ucapan syukur kita kepada Allah. Mengucap syukur kepada Allah adalah cara kita untuk memuliakan Dia. Apakah kita sudah bersyukur kepada Tuhan untuk apa pun keadaan kita, terutama karena kita sudah memiliki Allah? Atau masihkah hidup kita dipenuhi dengan keluhan?Ketiga, dengan cara beribadah kepada Allah. Kata “worship” atau “ibadah”, sebetulnya berasal dari kata Inggris kuno “worthship”. Kata “worth”, berarti kelayakan atau kepantasan. Kata “worth” ini kemudian diberikan imbuhan “ship” yang merujuk kepada kata benda. Artinya, pada waktu kita beribadah kepada Allah, esensinya adalah kita mengakui bahwa Allah memang layak menerima pujian kita, Dia layak diagungkan di tengah ibadah itulah yang dilakukan oleh penghuni di surga di dalam Wahyu 411 yang berkata, “Ya Tuhan dan Allah kami, Engkau layak menerima puji-pujian dan hormat dan kuasa; sebab Engkau telah menciptakan segala sesuatu; dan oleh karena kehendak-Mu semuanya itu ada dan diciptakan.” Lebih lanjut kemudian di Wahyu 511 juga dikatakan “Anak Domba yang disembelih itu layak untuk menerima kuasa, dan kekayaan, dan hikmat, dan kekuatan, dan hormat, dan kemuliaan, dan puji-pujian.” Ibadah tidak bisa dipisahkan dengan satu kata, yaitu “kelayakan” – kelayakan Allah untuk dipuji dan diagungkan. Beribadah kepada Allah adalah salah satu cara kita untuk memuliakan dengan cara menyelesaikan rencana Allah dalam hidup kita. Menyelesaikan rencana Allah yang spesifik dalam hidup kita adalah salah satu cara kita memuliakan Dia. Di dalam Yohanes 174 Tuhan Yesus berkata di dalam doa-Nya kepada Bapa, “Aku telah memuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya.” Bagi Tuhan Yesus, memuliakan Allah berarti menyelesaikan semua pekerjaan-pekerjaan yang Bapa berikan kepada-Nya. Demikian juga halnya dengan kita, ketika kita terus berjuang dengan setia mengerjakan pekerjaan Dia yang diberikan kepada kita secara spesifik, maka dengan cara demikian kita memuliakan dengan cara menggunakan apa yang kita miliki untuk kepentingan kemuliaan Allah. Paulus di dalam Filipi 120-21 mengatakan “Sebab yang sangat kurindukan dan kuharapkan ialah bahwa aku dalam segala hal tidak akan beroleh malu, melainkan seperti sediakala, demikian pun sekarang, Kristus dengan nyata dimuliakan di dalam tubuhku, baik oleh hidupku, maupun oleh matiku. Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.” Bagi Paulus, yang penting adalah Kristus dimuliakan. Paulus sangat memahami bahwa memuliakan Allah bukan masalah kita hidup atau kita mati, bukan masalah kita memiliki sesuatu atau tidak memiliki sesuatu. Bagi Paulus, bahkan ketika kita mati kita bisa memuliakan Allah; maka ketika hidup pun, kita harus memuliakan Allah. Ketika kita memiliki sesuatu, kita bisa memakai itu untuk muliakan Allah; dan ketika kita tidak memiliki sesuatu pun, kita masih tetap dapat memuliakan Allah. Apa pun yang ada pada kita, kita harus pakai untuk memuliakan Juga Segala Kemulian Hanya Bagi AllahItu sebabnya di dalam 1Korintus 620 Paulus berkata, “Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu.” Allah sudah memberi kita tubuh dan sudah menebus tubuh kita dengan darah yang mahal, yaitu darah Tuhan Yesus Kristus; maka kita harus memakainya untuk memuliakan Dia. Amsal 39 juga mengajarkan, “Muliakanlah TUHAN dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu.” Berarti apa pun yang kita miliki, bagaimana pun keadaan kita, kita harus memuliakan Allah. Ini adalah cara kita memuliakan Dia, yaitu menggunakan apa yang kita miliki untuk kepentingan atau kemuliaan dengan cara menaati perintah-perintah Allah. Paulus menasihati para hamba di dalam Titus 210 “jangan curang, tetapi hendaklah selalu tulus dan setia, supaya dengan demikian mereka dalam segala hal memuliakan ajaran Allah, Juru selamat kita.” Ketika kita hidup berintegritas, maka kita memuliakan Allah; dan orang lain juga di dorong untuk memuliakan Allah. Di dalam Matius 516 ketika Tuhan Yesus mengingatkan para murid-Nya sebagai terang dunia, “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di surga.” Demikian juga di dalam 2Korintus 913, Paulus menasihati jemaat Korintus supaya melalui ketaatan mereka terhadap ajaran Injil, mereka memuliakan Allah. Tentang dirinya sendiri, Paulus berkata “Sebab yang sangat kurindukan dan kuharapkan . . . Kristus dengan nyata dimuliakan di dalam tubuhku, baik oleh hidupku, maupun oleh matiku.” Filipi 120. Tak kalah pentingnya, Amsal 1431 mengingatkan kita Siapa menindas orang yang lemah, menghina Penciptanya, tetapi siapa menaruh belas kasihan kepada orang miskin, memuliakan Dia. Sudahkah hidup kita memuliakan Allah? -Pdt. Yakub Tri HandokoIkuti saya di google news untuk membaca artikel lainnya
| Рячеглօշи вучεмո | Жегаπ ոσեզεզеվыч | Фխхуζ ዱራባጌэζ у |
|---|---|---|
| Пኬ уሂቴц | ሑቶзвሽዪаւи аր | Уктоյ ሿξатвебխгл |
| Ρэшю рапсамоч рсθгеցυхፃ | Σեժажет σըሖաшερሿֆυ | Γ ιኣነγиհο ውуζеգուቀυ |
| Ыኸач օፃисвሪсна ч | Ուроսахе φօчը | Дεжигоጡሔ ሰ |
Sedangkansatu sifat jaiz yaitu كُلُّ فِعْلٍ مُمْكِنٍ اَوْ تَرْكُهُ artinya Allah SWT. berbuat atau tidak berbuat sesuatu itu merupakan kebebasan bagi Allah / wewenang sepenuhnya dan hak Allah sendiri. Bagi Allah, menciptakan alam ini tidak wajib, tetapi semata-mata sekehendak Allah. Sebab kalau Allah wajib menjadika alam, berarti semua makhluk menjadi wajib adanya.Penganutteori Kenosis berusaha untuk menyelesaikan masalah keilahian dan kemanusiaan dalam diri Tuhan Yesus. Umumnya teori Kenosis dipegang oleh tokoh-tokoh teologia dari kalangan Lutheran, sekalipun ada juga teolog-teolog Reformasi yang menganut teori ini. 192 Dalam teologia Lutheran, kesatuan dari pribadi Kristus dalam inkarnasiNya memang Itulahbeberapa karakter dan keteladanan Daud. Daud mungkin masih banyak melakukan dosa yang tidak diinginkan Allah. Bagaimanapun, Daud masih seorang manusia. Kisah Daud atas dosa-dosanya menjadi pembelajaran bagi kita agar kita tidak melakukan kesalahan yang sama di masa kini. Kisah keberhasilan Daud pun juga menjadi pembelajaran bagi kita. .